Tips Praktis Meraih Bahagia Dengan Sedekah
Oleh: Setiyo Purwanto, S. Psi., M.Si.
Sedekah memang menarik untuk dibahas karena adanya keunikan di dalam amalan sedekah. Kemurahan Allah SWT seringkali ditunjukkan dalam amaliah yang satu ini yang mewujud dalam bentuk miracle atau keajaiban. Menurut ahli sufi, bersedekah adalah salah satu wujud sifat ke-Pemurah-an Allah yang dipakai oleh manusia. Karena itu, siapapun (hamba Allah) yang bersedekah, maka si hamba itu akan sangat dekat dengan kemurahan Allah.
Ini terbukti dari banyak pengalaman dan testimoni tentang dampak sedekah. Ada yang rejekinya semakin berlimpah. Ada yang (tiba-tiba) sembuh dari penyakit. Ada yang keinginannya menjadi kenyataan, dan masih banyak lagi testimoni lain yang beraroma ‘keajaiban’. Sedekah tampaknya memang mampu menjawab permasalahan. Namun, apakah benar demikian bahwa sedekah bisa mengatasi masalah? Ternyata tidak selalu. Kenyataan menunjukkan lain. Pengalaman pelaku sedekah bisa bermacam-macam: banyak orang yang sudah sedekah tapi permasalahannya tidak kunjung selesai. Uang pun pun juga tidak kunjung berlipat. Hutang justru semakin menumpuk banyak. Karena itulah, hal ini tentu menjadi bahasan yang menarik, mengapa ada yang terwujud dan mengapa ada yang tidak?
Tulisan ini akan mengupas sedikit tentang psikologi sedekah yang mencakup tiga hal, yaitu niat sedekah, cara sedekah, dan dampak sedekah. Saya yakin setiap orang yang sedekah akan sangat senang atau bahagia jika apa yang dia sedekahkan akan berdampak positif dalam kehidupannya. Untuk itu kita perlu memahami secara psikologis bagaimana sedekah mampu membuat kita bahagia.
Niat Karena Allah, Menjaga Kesadaran Ketika Sedekah
Niat menjadi poin utama dan dasar penting dalam bersedekah. Niat yang bukan karena Allah menyebabkan hati pelaku sedekah tidak bahagia, bahkan sebaliknya. Pada level niat ini, kita harus mempersepsi sedekah sebagai cara membalas ‘jasa baik’ Allah yang telah diberikan kepada kita. Sedekah harus dipandang sebagai cara atau metode kita dalam membalas jasa budi baik Allah Yang Maha Agung kepada kita. Dengan demikian, sedekah adalah mempersembahkan ‘sesuatu’ kepada Allah.
Memberikan atau mempersembahkan ‘sesuatu’ untuk Allah yang telah berjasa begitu banyak kepada kita, semestinya adalah sesuatu yang enteng. Bukanlah sesuatu yang berat dan membebani. Jika kita bersedekah dengan uang semisal sebesar Rp. 100 ribu atau Rp 1 juta (atau lebih besar dari itu sekalipun), kita harus memandangnya pekerjaan enteng. Sebab kita juga tahu bahwa adalah tidak mungkin jasa Allah hanya dibalas dengan nominal sebesar itu.
Pemahaman hakikat ini penting kita sadari agar sedekah bisa kita lakukan dengan sepenuh keikhlasan. Dalam laku bersedekah, pada hakikatnya kita sebenarnya sedang memberikan sedekah itu kepada Allah. Namun, penting dipahami pula, dalam arti dhohir, kita tidak mungkin mengulurkan uang itu ke (tangan) Allah. Ketika kita bersedekah, apa yang kita lakukan adalah memberikan sejumlah uang kepada orang lain yang membutuhkan. Tangan kita kita ulurkan pada tangan penerima sedekah. Atau dana rekening kita tertransfer kepada rekening penerima sedekah.
Pada saat bersedekah itu, kesadaran kita harus fokus semata hanya kepada Allah, baik pada saat mengambil uangnya dari dompet dan terlebih-lebih lagi ketika kita memberikan uang itu kepada orangnya langsung. Semua harus disertai dengan kesadaran bahwa kita sedang memberikan uang itu kepada Allah.
Hilangkan pikiran-pikiran lainnya, kecuali hanya sadar Allah. Pikiran yang muncul selain kepada Allah harus benar-benar dimusnahkan. Pikiran-pikiran lain itu semisal adalah kita berharap kelak akan mendapatkan Rp. 100 ribu dengan sedekah Rp. 10 ribu, atau dengan sedekah Rp. 1 juta Allah akan menyembuhkan penyakit kita, atau ‘pikiran-pikiran lain yang mengandung pamrih’. Pikiran-pikiram yang tidak fokus ke Allah ini menyebabkan sedekah kita tidak ikhlas. Jika kita tidak ikhlas, maka tidak akan ada garansi bahwa sedekah itu akan dilipat-gandakan oleh Allah.
Cara Sedekah, Memenuhi Panggilan Allah
Sedekah yang paling baik adalah ketika kita dipanggil Allah untuk sedekah. Ketika di hati kita muncul kehendak atau keinginan untuk sedekah dengan jumlah uang tertentu, itulah tanda kita sedang dipanggil oleh Allah untuk bersedekah. Jika panggilan sedekah ini sudah datang, maka segera respon dengan action. Jangan ditunda dan jangan dipikir! Jika kita berhasil melakukan ini, maka hati kita pun akan langsung merasakan bahagia yang amat sangat. Hati kita merasakan sensasi ‘plong’. Hati terasa ringan. Cara sedekah yang spontan ini sungguh sangat ajaib, sebab kita lebih mudah merasa ikhlas (sebab sedekahnya dilakukan tanpa melalui proses berpikir). Banyak yang merasakan miracle dengan cara sedekah ini.
Sedekah tipe ini adalah sedekah yang berasal dari ilham, bukan dari keinginan kita. Sesuatu yang berupa ilham, berarti memang sudah dikehendaki oleh Allah. Jika sesuatu sudah dikehendaki Allah, pasti Allah memiliki maksud-maksud tertentu. Tidak setiap orang akan diberi ilham sejenis ini. Karena itulah, jangan sia-siakan jika kita ‘mendapatkan ilham’ atau ‘diberi ilham’ untuk bersedekah.
Namun, selain cara di atas, ada cara lain yang tak kalah praktis untuk bisa ikhlas dalam sedekah. Ketika memberikan sedekah, sertailah dengan hati. Dengan cara ini, seolah yang memberikan bukan tangan kita, tapi hati kita. Bila kita bersedekah dengan hati, maka yang menerimapun akan menerimanya dengan hati pula. Jika pihak yang menerima dengan hati (menerima dengan ikhlas), maka kebahagiaan pun akan terpancar melalui raut wajahnya. Dalam tahap lebih lanjut, pancaran raut wajah ini pun akan mampu memvibrasi hati kita, sehingga kita pun merasakan kebahagiaan yang lebih mendalam lagi. Kebahagiaan yang mendalam ini dipicu oleh dua ‘rasa bahagia’ yakni rasa bahagia karena telah bersedekah dan rasa bahagia karena menerima vibrasi dari orang yang menerima sedekah kita itu. Dengan cara sedekah jenis ini, semua stres atau tekanan yang ada dalam pikiran pun akan lenyap dan hilang. Semangat dan gairah hidup kitapun akan berlipat-lipat setelah kita bersedekah. Dan, kalau sudah begini, maka rejekipun akan mengalir lancar kepada kita.
Dampak Psikologis, Terlepasnya Binding Problem
Binding problem adalah masalah besar dalam berspiritual. Keterikatan manusia terhadap dorongan nafs (hawa nafsu) adalah penyebab utama ketidakbahagiaan. Untuk itulah, perlu adanya cara praktis untuk dapat melepaskan diri dari keterikatan ini. Dan dalam hal ini, sedekah adalah cara yang paling ampuh dan jitu. Bersedekah akan membuat seseorang terlatih untuk melepaskan segala apa saja yang mengikat dalam dirinya.
Manusia terdiri dari jasad, nafs dan Ruh. Untuk mencapai kesadaran Ruh diperlukan pembebasan dari belenggu atau ikatan jasad dan nafs. Pembebasan terhadap ikatan dan belenggu ini (freedom from ego) menjadi hal terpenting untuk memulai berspiritual. Pelepasan Ego ini harus dengan cara yang riil, tidak bisa hanya dengan meditasi, dzikir ataupun patrap. Action yang paling tepat untuk melepaskan keterikatan ego ini adalah bersedekah.
Sedekah yang baik adalah bila kita melepaskansesuatu yang mengikat (binding) yang ada diri kita. Misalnya kita sedekah Rp. 10 ribu, mungkin kita akan enteng melepaskannya. Ini artinya tidak ada binding antara kita dengan uang sebesar Rp. 10 ribu itu. Namun, bila kita mensedekahkan uang sebesar Rp. 100 ribu, boleh jadi kita berat hati dan enggan. Keberatan inilah tanda bahwa kita memiliki binding dengan benda atau uang itu. Ketika kita terikat dengan benda atau harta yang hendak kita sedekahkan, kita pasti tidak bisa ikhlas.
Untuk itulah, agar kita dengan mudah bisa ikhlas dalam bersedekah dan memperoleh miracle dari sedekah kita, melepas keterikatan dengan uang atau benda (possessive) adalah sesuatu mau tidak mau harus kita lakukan. Keterikatan dengan uang menghalangi keikhlasan. Tak ada keikhlasan, tak ada keajaiban!
*Penulis adalah staf pengajar Fakultas Psikologi, UMS, Surakarta dan pemerhati pendidikan karakter berbasis spiritualitas Islam
Sumber: http://psikologi.ums.ac.id
Ini terbukti dari banyak pengalaman dan testimoni tentang dampak sedekah. Ada yang rejekinya semakin berlimpah. Ada yang (tiba-tiba) sembuh dari penyakit. Ada yang keinginannya menjadi kenyataan, dan masih banyak lagi testimoni lain yang beraroma ‘keajaiban’. Sedekah tampaknya memang mampu menjawab permasalahan. Namun, apakah benar demikian bahwa sedekah bisa mengatasi masalah? Ternyata tidak selalu. Kenyataan menunjukkan lain. Pengalaman pelaku sedekah bisa bermacam-macam: banyak orang yang sudah sedekah tapi permasalahannya tidak kunjung selesai. Uang pun pun juga tidak kunjung berlipat. Hutang justru semakin menumpuk banyak. Karena itulah, hal ini tentu menjadi bahasan yang menarik, mengapa ada yang terwujud dan mengapa ada yang tidak?
Tulisan ini akan mengupas sedikit tentang psikologi sedekah yang mencakup tiga hal, yaitu niat sedekah, cara sedekah, dan dampak sedekah. Saya yakin setiap orang yang sedekah akan sangat senang atau bahagia jika apa yang dia sedekahkan akan berdampak positif dalam kehidupannya. Untuk itu kita perlu memahami secara psikologis bagaimana sedekah mampu membuat kita bahagia.
Niat Karena Allah, Menjaga Kesadaran Ketika Sedekah
Niat menjadi poin utama dan dasar penting dalam bersedekah. Niat yang bukan karena Allah menyebabkan hati pelaku sedekah tidak bahagia, bahkan sebaliknya. Pada level niat ini, kita harus mempersepsi sedekah sebagai cara membalas ‘jasa baik’ Allah yang telah diberikan kepada kita. Sedekah harus dipandang sebagai cara atau metode kita dalam membalas jasa budi baik Allah Yang Maha Agung kepada kita. Dengan demikian, sedekah adalah mempersembahkan ‘sesuatu’ kepada Allah.
Memberikan atau mempersembahkan ‘sesuatu’ untuk Allah yang telah berjasa begitu banyak kepada kita, semestinya adalah sesuatu yang enteng. Bukanlah sesuatu yang berat dan membebani. Jika kita bersedekah dengan uang semisal sebesar Rp. 100 ribu atau Rp 1 juta (atau lebih besar dari itu sekalipun), kita harus memandangnya pekerjaan enteng. Sebab kita juga tahu bahwa adalah tidak mungkin jasa Allah hanya dibalas dengan nominal sebesar itu.
Pemahaman hakikat ini penting kita sadari agar sedekah bisa kita lakukan dengan sepenuh keikhlasan. Dalam laku bersedekah, pada hakikatnya kita sebenarnya sedang memberikan sedekah itu kepada Allah. Namun, penting dipahami pula, dalam arti dhohir, kita tidak mungkin mengulurkan uang itu ke (tangan) Allah. Ketika kita bersedekah, apa yang kita lakukan adalah memberikan sejumlah uang kepada orang lain yang membutuhkan. Tangan kita kita ulurkan pada tangan penerima sedekah. Atau dana rekening kita tertransfer kepada rekening penerima sedekah.
Pada saat bersedekah itu, kesadaran kita harus fokus semata hanya kepada Allah, baik pada saat mengambil uangnya dari dompet dan terlebih-lebih lagi ketika kita memberikan uang itu kepada orangnya langsung. Semua harus disertai dengan kesadaran bahwa kita sedang memberikan uang itu kepada Allah.
Hilangkan pikiran-pikiran lainnya, kecuali hanya sadar Allah. Pikiran yang muncul selain kepada Allah harus benar-benar dimusnahkan. Pikiran-pikiran lain itu semisal adalah kita berharap kelak akan mendapatkan Rp. 100 ribu dengan sedekah Rp. 10 ribu, atau dengan sedekah Rp. 1 juta Allah akan menyembuhkan penyakit kita, atau ‘pikiran-pikiran lain yang mengandung pamrih’. Pikiran-pikiram yang tidak fokus ke Allah ini menyebabkan sedekah kita tidak ikhlas. Jika kita tidak ikhlas, maka tidak akan ada garansi bahwa sedekah itu akan dilipat-gandakan oleh Allah.
Cara Sedekah, Memenuhi Panggilan Allah
Sedekah yang paling baik adalah ketika kita dipanggil Allah untuk sedekah. Ketika di hati kita muncul kehendak atau keinginan untuk sedekah dengan jumlah uang tertentu, itulah tanda kita sedang dipanggil oleh Allah untuk bersedekah. Jika panggilan sedekah ini sudah datang, maka segera respon dengan action. Jangan ditunda dan jangan dipikir! Jika kita berhasil melakukan ini, maka hati kita pun akan langsung merasakan bahagia yang amat sangat. Hati kita merasakan sensasi ‘plong’. Hati terasa ringan. Cara sedekah yang spontan ini sungguh sangat ajaib, sebab kita lebih mudah merasa ikhlas (sebab sedekahnya dilakukan tanpa melalui proses berpikir). Banyak yang merasakan miracle dengan cara sedekah ini.
Sedekah tipe ini adalah sedekah yang berasal dari ilham, bukan dari keinginan kita. Sesuatu yang berupa ilham, berarti memang sudah dikehendaki oleh Allah. Jika sesuatu sudah dikehendaki Allah, pasti Allah memiliki maksud-maksud tertentu. Tidak setiap orang akan diberi ilham sejenis ini. Karena itulah, jangan sia-siakan jika kita ‘mendapatkan ilham’ atau ‘diberi ilham’ untuk bersedekah.
Namun, selain cara di atas, ada cara lain yang tak kalah praktis untuk bisa ikhlas dalam sedekah. Ketika memberikan sedekah, sertailah dengan hati. Dengan cara ini, seolah yang memberikan bukan tangan kita, tapi hati kita. Bila kita bersedekah dengan hati, maka yang menerimapun akan menerimanya dengan hati pula. Jika pihak yang menerima dengan hati (menerima dengan ikhlas), maka kebahagiaan pun akan terpancar melalui raut wajahnya. Dalam tahap lebih lanjut, pancaran raut wajah ini pun akan mampu memvibrasi hati kita, sehingga kita pun merasakan kebahagiaan yang lebih mendalam lagi. Kebahagiaan yang mendalam ini dipicu oleh dua ‘rasa bahagia’ yakni rasa bahagia karena telah bersedekah dan rasa bahagia karena menerima vibrasi dari orang yang menerima sedekah kita itu. Dengan cara sedekah jenis ini, semua stres atau tekanan yang ada dalam pikiran pun akan lenyap dan hilang. Semangat dan gairah hidup kitapun akan berlipat-lipat setelah kita bersedekah. Dan, kalau sudah begini, maka rejekipun akan mengalir lancar kepada kita.
Dampak Psikologis, Terlepasnya Binding Problem
Binding problem adalah masalah besar dalam berspiritual. Keterikatan manusia terhadap dorongan nafs (hawa nafsu) adalah penyebab utama ketidakbahagiaan. Untuk itulah, perlu adanya cara praktis untuk dapat melepaskan diri dari keterikatan ini. Dan dalam hal ini, sedekah adalah cara yang paling ampuh dan jitu. Bersedekah akan membuat seseorang terlatih untuk melepaskan segala apa saja yang mengikat dalam dirinya.
Manusia terdiri dari jasad, nafs dan Ruh. Untuk mencapai kesadaran Ruh diperlukan pembebasan dari belenggu atau ikatan jasad dan nafs. Pembebasan terhadap ikatan dan belenggu ini (freedom from ego) menjadi hal terpenting untuk memulai berspiritual. Pelepasan Ego ini harus dengan cara yang riil, tidak bisa hanya dengan meditasi, dzikir ataupun patrap. Action yang paling tepat untuk melepaskan keterikatan ego ini adalah bersedekah.
Sedekah yang baik adalah bila kita melepaskansesuatu yang mengikat (binding) yang ada diri kita. Misalnya kita sedekah Rp. 10 ribu, mungkin kita akan enteng melepaskannya. Ini artinya tidak ada binding antara kita dengan uang sebesar Rp. 10 ribu itu. Namun, bila kita mensedekahkan uang sebesar Rp. 100 ribu, boleh jadi kita berat hati dan enggan. Keberatan inilah tanda bahwa kita memiliki binding dengan benda atau uang itu. Ketika kita terikat dengan benda atau harta yang hendak kita sedekahkan, kita pasti tidak bisa ikhlas.
Untuk itulah, agar kita dengan mudah bisa ikhlas dalam bersedekah dan memperoleh miracle dari sedekah kita, melepas keterikatan dengan uang atau benda (possessive) adalah sesuatu mau tidak mau harus kita lakukan. Keterikatan dengan uang menghalangi keikhlasan. Tak ada keikhlasan, tak ada keajaiban!
*Penulis adalah staf pengajar Fakultas Psikologi, UMS, Surakarta dan pemerhati pendidikan karakter berbasis spiritualitas Islam
Sumber: http://psikologi.ums.ac.id
0 comments Blogger 0 Facebook
Post a Comment